Selasa, 23 November 2010

Arsitektur dan Lingkungan

Bangunan Hijau, Hemat dan Ramah Lingkungan


Kenaikan harga bahan bangunan membuat masyarakat yang berniat atau telanjur tengah merenovasi dan membangun rumah dipaksa mengevaluasi kembali rencana atau kegiatan pembangunan rumah yang sedang berlangsung.

Prioritas pekerjaan disusun ulang, utamakan kegiatan yang paling mendesak dilakukan. Penghematan pengeluaran dengan membelanjakan bahan bangunan yang paling diperlukan untuk pembangunan sekarang.
Ramah lingkungan = hemat
Fakta akibat pemanasan global mendorong lahirnya berbagai inovasi produk industri terus berkembang dalam dunia arsitektur dan bahan bangunan. Konsep pembangunan arsitektur hijau menekankan peningkatan efisiensi dalam penggunaan air, energi, dan material bangunan, mulai dari desain, pembangunan, hingga pemeliharaan bangunan itu ke depan.

Desain rancang bangunan memerhatikan banyak bukaan untuk memaksimalkan sirkulasi udara dan cahaya alami. Sedikit mungkin menggunakan penerangan lampu dan pengondisi udara pada siang hari.

Desain bangunan hemat energi, membatasi lahan terbangun, layout sederhana, ruang mengalir, kualitas bangunan bermutu, efisiensi bahan, dan material ramah lingkungan. Atap-atap bangunan dikembangkan menjadi taman atap (roof garden, green roof) yang memiliki nilai ekologis tinggi (suhu udara turun, pencemaran berkurang, ruang hijau bertambah).

Penggunaan material bahan bangunan yang tepat berperan besar dalam menghasilkan bangunan berkualitas yang ramah lingkungan. Beberapa jenis bahan bangunan ada yang memiliki tingkat kualitas yang memengaruhi harga. Penetapan anggaran biaya sebaiknya sesuai dengan anggaran biaya yang tersedia dan dilakukan sejak awal perencanaan sebelum konstruksi untuk mengatur pengeluaran sehingga bangunan tetap berkualitas.

Lakukanlah survei terlebih dahulu untuk mencari alternatif bahan bangunan yang bersifat praktis, mampu memberi solusi tepat kebutuhan bangunan, dan ramah lingkungan. Hal ini bisa dilihat mulai dari lama waktu proses pengerjaan, tingkat kepraktisan, dan hasil yang diperoleh.

Bangunan menggunakan bahan bangunan yang tepat, efisien, dan ramah lingkungan. Beberapa produsen telah membuat produk dengan inovasi baru yang meminimalkan terjadinya kontaminasi lingkungan, mengurangi pemakaian sumber daya alam tak terbarukan dengan optimalisasi bahan baku alternatif, dan menghemat penggunaan energi secara keseluruhan.

Bahan baku yang ramah lingkungan berperan penting dalam menjaga kelestarian lingkungan bumi. Beragam inovasi teknologi proses produksi terus dikembangkan agar industri bahan baku tetap mampu bersahabat dengan alam. Industri bahan bangunan sangat berperan penting untuk menghasilkan bahan bangunan yang berkualitas sekaligus ramah lingkungan.

Konstruksi yang berkelanjutan dilakukan dengan penggunaan bahan-bahan alternatif dan bahan bakar alternatif yang dapat mengurangi emisi CO2 sehingga lebih rendah daripada kadar normal bahan baku yang diproduksi sebelumnya.

Bahan baku alternatif yang digunakan pun beragam. Bahan bangunan juga memengaruhi konsumsi energi di setiap bangunan. Pada saat bangunan didirikan konsumsi energi antara 5-13 persen dan 87-95 persen adalah energi yang dikonsumsi selama masa hidup bangunan.

Bangunan hijau
Semen, keramik, batu bata, aluminium, kaca, dan baja sebagai bahan baku utama dalam pembuatan sebuah bangunan berperan penting dalam mewujudkan konsep bangunan ramah lingkungan.

Untuk kerangka bangunan utama dan atap, kini material kayu sudah mulai digantikan material baja ringan. Isu penebangan liar (illegal logging) akibat pembabatan kayu hutan yang tak terkendali menempatkan bangunan berbahan kayu mulai berkurang sebagai wujud kepedulian dan keprihatinan terhadap penebangan kayu dan kelestarian bumi. Peran kayu pun perlahan mulai digantikan oleh baja ringan dan aluminium.

Baja ringan dapat dipilih berdasarkan beberapa tingkatan kualitas tergantung dari bahan bakunya. Rangka atap dan bangunan dari baja memiliki keunggulan lebih kuat, antikarat, antikeropos, antirayap, lentur, mudah dipasang, dan lebih ringan sehingga tidak membebani konstruksi dan fondasi, serta dapat dipasang dengan perhitungan desain arsitektur dan kalkulasi teknik sipil.

Kusen jendela dan pintu juga sudah mulai menggunakan bahan aluminium sebagai generasi bahan bangunan masa datang. Aluminium memiliki keunggulan dapat didaur ulang (digunakan ulang), bebas racun dan zat pemicu kanker, bebas perawatan dan praktis (sesuai gaya hidup modern), dengan desain insulasi khusus mengurangi transmisi panas dan bising (hemat energi, hemat biaya), lebih kuat, tahan lama, antikarat, tidak perlu diganti sama sekali hanya karet pengganjal saja, tersedia beragam warna, bentuk, dan ukuran dengan tekstur variasi (klasik, kayu).

Bahan dinding dipilih yang mampu menyerap panas matahari dengan baik. Batu bata alami atau fabrikasi batu bata ringan (campuran pasir, kapur, semen, dan bahan lain) memiliki karakteristik tahan api, kuat terhadap tekanan tinggi, daya serap air rendah, kedap suara, dan menyerap panas matahari secara signifikan.

Penggunaan keramik pada dinding menggeser wallpaper merupakan salah satu bentuk inovatif desain. Dinding keramik memberikan kemudahan dalam perawatan, pembersihan dinding (tidak perlu dicat ulang, cukup dilap), motif beragam dengan warna pilihan eksklusif dan elegan, serta menyuguhkan suasana ruang yang bervariasi.

Fungsi setiap ruang dalam rumah berbeda-beda sehingga membuat desain dan bahan lantai menjadi beragam, seperti marmer, granit, keramik, teraso, dan parquet. Merangkai lantai tidak selalu membutuhkan bahan yang mahal untuk tampil artistik.

Lantai teraso (tegel) berwarna abu-abu gelap dan kuning yang terkesan sederhana dan antik dapat diekspos baik asal dikerjakan secara rapi. Kombinasi plesteran pada dinding dan lantai di beberapa tempat akan terasa unik. Teknik plesteran juga masih memberi banyak pilihan tampilan.

Konsep ramah lingkungan dewasa ini juga telah merambah ke dunia sanitasi. Septic tank dengan penyaring biologis (biological filter septic tank) berbahan fiberglass dirancang dengan teknologi khusus untuk tidak mencemari lingkungan, memiliki sistem penguraian secara bertahap, dilengkapi dengan sistem desinfektan, hemat lahan, antibocor atau tidak rembes, tahan korosi, pemasangan mudah dan cepat, serta tidak membutuhkan perawatan khusus.

Kotoran diproses penguraian secara biologis dan filterisasi secara bertahap melalui tiga kompartemen. Media kontak yang dirancang khusus dan sistem desinfektan sarana pencuci hama yang digunakan sesuai kebutuhan membuat buangan limbah kotoran tidak menyebabkan pencemaran pada air tanah dan lingkungan.

Untuk mengantisipasi krisis air bersih, kita harus mengembangkan sistem pengurangan pemakaian air (reduce), penggunaan kembali air untuk berbagai keperluan sekaligus (reuse), mendaur ulang buangan air bersih (recycle), dan pengisian kembali air tanah (recharge).

Beberapa arsitek sudah mulai mengembangkan sistem pengolahan air limbah bersih yang mendaur ulang air buangan sehari-hari (cuci tangan, piring, kendaraan, bersuci diri) maupun air limbah (air buangan dari kamar mandi) yang dapat digunakan kembali untuk mencuci kendaraan, membilas kloset, dan menyirami taman, serta membuat sumur resapan air (1 x 1 x 2 meter) dan lubang biopori (10 sentimeter x 1 meter) sesuai kebutuhan.

Penggunaan panel sel surya meringankan kebutuhan energi listrik bangunan dan memberikan keuntungan tidak perlu takut kebakaran, hubungan pendek (korsleting), bebas polusi, hemat listrik, hemat biaya listrik, dan rendah perawatan. Panel sel surya diletakkan di atas atap, berada tepat pada jalur sinar matahari dari timur ke barat dengan posisi miring. Kapasitas panel sel surya harus terus ditingkatkan sehingga kelak dapat memenuhi kebutuhan energi listrik setiap bangunan.

Pada akhirnya di tengah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan krisis ekonomi sekarang, cara pandang merencanakan atau merenovasi bangunan sudah harus mulai diubah. Bagaimana menghadirkan bangunan yang hemat (bahan bangunan, waktu, tenaga) yang berujung pada penghematan anggaran biaya dengan tetap menjaga kualitas dan tampilan bangunan, serta ramah lingkungan. Selamat mewujudkannya.(sumber:kompas)


sumber : http://ruangnyaman.blogspot.com/2008/07/bangunan-hijau-hemat-dan-ramah.html

Sabtu, 20 November 2010

Arsitektur dan Lingkungan

Arsitek Punya Tanggung Jawab Moral

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahasiswa dan akademisi perguruan tinggi harus diajar untuk turut memikirkan upaya-upaya sederhana dalam rangka mengurangi dampak pemanasan global. Terutama pada arsitek lulusan perguruan tinggi sebagai pelaku aktif industri bangunan yang dinilai memiliki kewajiban moral untuk turut serta mengurangi dampak pemanasan global dan diharapkan memegang komitmen pada konsep green architecture.


"Arsitek diharapkan berkomitmen pada green architecture, yaitu mampu menolak tarikan pasar, membuat inovasi dan kreativitas dalam perancangan bangunan tanpa merusak lingkungan."
-- Anton Ginting

Demikian hal itu mengemuka diskusi bertema Peran Arsitektur dalam Pembangunan Berkelanjutan-Studi Kasus: Tinjauan Kota Jakarta, Kamis (11/11/2010) di Jakarta. Diskusi tersebut digelar sebagai bagian dari program Bumi Hijaumu Action @Campus sebagai program bersama Mortar Utama dan Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur Universitas Indonesia. Diskusi menghadirkan pembicara antara lain Prof. Dr. Emil Salim, Prof. Dr. Abimanyu TA. MSi dari Universitas Indonesia, Ir Suryono Herlambang, Ketua Jurusan Planologi di Universitas Tarumanegara

General Manager Mortar Utama Anton Ginting mengungkapkan, kegiatan ini dimaksudkan untuk mengajak semua pihak di perguruan tinggi menjadi bagian dari kampanye integral green architecture. Untuk itu, aktifitas edukasi green architecture yang dilakukan selama road show di kampus-kampus sepanjang tahun ini ditekankan mulai tahap proses implementasi, baik dari sisi desain, maupun material yang digunakan.

"Sumbangan rekayasa dan industri bangunan terhadap proses perusakan lingkungan cukup signifikan. Perusakan ekologi di mulai sejak tahap konstruksi, penggunaan material besar-besaran secara ilegal hingga operasional bangunan modern dipastikan telah memproduksi racun, karbon dan limbah yang terabaikan manajemen pemeliharaanya," ujar Anton.

Untuk itu, kata dia, arsitek atau perancang sebagai pelaku aktif industri bangunan memiliki kewajiban moral untuk turut serta mengurangi dampak pemanasan global. Arsitek diharapkan memegang komitmen pada green architecture, yaitu mampu menolak tarikan pasar serta membuat inovasi dan kreativitas dalam perancangan bangunan tanpa merusak lingkungan.

“Sehingga kami perlu menggagas inisiatif ini untuk membentuk kepedulian, keterlibatan, hingga pemahaman akan isu yang diakhiri dengan perubahan perilaku yang mendukung inisiatif hijau ini di perguruan-perguruan tinggi,” kata Anton.

Adapun Bumi Hijaumu Action @Campus merupakan salah satu wujud program tanggung jawab sosial Mortar Utama untuk turut serta mengajak semua pihak, pemerintah, akademisi, mahasiswa, profesional, tukang, kontraktor, media dan masyarakat umum untuk melakukan upaya-upaya sederhana secara bersama-sama untuk mengurangi penyebab pemanasan global yang disebabkan oleh perbuatan manusia.

Tahun ini, program internal yang dilakukan oleh seluruh karyawan dan jaringan kerja Mortar Utama digelar secara berkesinambungan dan terukur berupa program edukasi masyarakat dengan cara road show ke universitas-universitas terkemuka di Indonesia, mengadakan berbagai green competition yang diikuti kalangan akademisi dan umum, serta pameran-pameran yang dilakukan ke berbagai perkantoran, serta pendidikan bagi para tukang-tukang terlatih.


sumber: http://edukasi.kompas.com/read/2010/11/11/12010935/Arsitek.Punya.Tanggung.Jawab.Moral-5

Rabu, 17 November 2010

Arsitektur dan Lingkungan

Integrasi Multi Bencana Dalam Tata Ruang

Rentetan bencana yang melanda negeri ini seakan tak kunjung berhenti, seperti antri menunggu giliran, mulai dari banjir bandang, banjir genangan, angin puting beliung, letusan gunung api, maupun bencana utama gempa dan tsunami yang telah menciptakan teror bagi sebagian warga negeri ini. Ditambah lagi dengan wabah dan kelaparan, serta bencana akibat gagalnya teknologi skala besar, menjadikan kejadian-kejadian bencana di negeri ini semakin lengkap.

Kejadian bencana - baik skala besar maupun skala kecil - seharusnya dijadikan bahan pembelajaran untuk kejadian-kejadian bencana lainnya. Terlepas dari besar atau kecil sebuah kejadian bencana, kehadirannya tetap akan menyengsarakan masyarakat, merusak lingkungan dan jelas ini akan menyedot anggaran negara yang sangat besar. Masih segar dalam ingatan kita kejadian bencana gempa dan tsunami di Aceh Dan Nias pada tahun 2004/2005, 2006 tsunami di Pangandaran dan pada tahun yang sama Gempa yang merontokkan Provinsi DI.Yogyakarta dan Jawa Tengah, kemudian kejadian banjir tahun 2007 di aceh tengah, aceh utara, sigli, pidie dan lhoksuemawe menyebabkan ratusan ribu warga negara mengungsi. Dan yang baru-baru saja terjadi tahun 2009 gempa yang cukup kuat merontokkan Kabupaten Tasikmalaya dan seterusnya, serta tak terhitung banyaknya kejadian longsor, kebakaran hutan di wilayah Indonesia.

Sudah menjadi kecenderungan umum bahwa perencanaan dan pengambilan keputusan seringkali mengabaikan faktor bencana pada pemanfaatan ruang, khususnya dalam proses penetapan peruntukan lahan. Di banyak instansi, informasi yang berkaitan dengan keberadaan suatu potensi bencana geologis tidak pernah dipublikasikan secara terbuka kepada masyarakat atau apabila dipublikasikan tidak pernah sampai diketahui oleh para pembuat keputusan. Padahal suatu keputusan akan bermanfaat bagi masyarakat apabila didasarkan atas data dan informasi yang lengkap, akurat dan dalam bentuk yang mudah dipahami.

Mengacu pada UU no 26 tahun 2007, pasal 5 ayat 2, dijelaskan bahwa penataan ruang harus memasukkan kawasan rawan bencana, serta diperkuat oleh UU no 27 tahun 2007 pasal 7 ayat 3 mengamanatkan pemda wajib menyusun perencanaan zonasi wilayah pesisir yang berbasis mitigasi bencana.

Pada dasarnya Tata Ruang adalah salah satu bentuk kebijaksanaan pemerintah dalam pengembangan wilayah/kota yang mencakup 3 proses utama; perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang pasal 1 (5) UU No 26/2007). Fungsinya menciptakan ruang wilayah yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Begitu strategisnya fungsi penataan ruang, tidak aneh kalau banyak oknum yang banyak ingin intervensi terhadap penyusunan tata ruang mengingat peluang yang diberikan, tujuan dan fungsi dari tata ruang.


Jika kita cermati, jauh sebelumnya berbagai bencana yang melanda negeri ini, tata ruang sebenarnya sudah memberikan perhatian yang cukup besar terhadap kejadian bencana yang bisa terjadi di suatu wilayah/kota, hal ini dilakukan dengan menetapkan kawasan lindung bagi daerah yang berpotensi bencana, membatasi pembangunan kawasan permukiman di sepanjang sempadan sungai/pantai/danau serta penetapan ratio bangunan/lantai bangunan (FAR & BCR) terhadap lahan, yang kemudian pasca bencana besar gempa dan tsunami, tata ruang diperkuat dengan mitigasi bencana gempa dan tsunami yang bertujuan mengurangi dampak bencana gempa dan tsunami. Namun dengan semakin meningkatnya frekuensi dan ragam kejadian bencana serta kompleksitas permasalahan yang ditimbulkannya, menuntut semakin kuatnya integrasi multibencana kedalam tata ruang yang bisa memberikan pertimbangan khusus terhadap kerentanan suatu wilayah serta dapat memetakan secara spesifik agar pemanfaatan ruang bisa menyesuaikan dengan kondisi ancaman yang ada.

Integrasi multi bencana secara lebih spesifik akan dijelaskan dalam kajian bencana geologis. Yaitu dalam bentuk konsep perencanaan tata ruang wilayah berbasis mitigasi bencana geologi. Diawali dengan mengkaji kondisi geologinya, baik yang berkaitan dengan potensi sumber daya maupun sumber bencana kondisi geologinya. Selanjutnya adalah penetapan tata guna lahan yang didasarkan atas pertimbangan potensi sumber daya geologi dan kerentanan terhadap bencana geologinya. Hasil dari penetapan lahan kemudian dipakai sebagai masukan dalam proses perencanaan tata ruang wilayah.

Kemudian dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah, strategi penataan ruang harus didasarkan kepada arahan yang jelas dan terarah dalam menetapkan kawasan rawan bencana, kawasan budidaya (permukiman, perdagangan, pusat pemerintahan, pertanian, perkebunan, dll) berbasis bencana geologi, pengembangan buffer zone di kawasan rawan bencana geologi serta pengembangan infrastruktur yang mendukungnya. Hal ini juga perlu disertai dengan pedoman pelaksanaan pemberdayaan masyarakat dengan tujuan agar masyarakat selalu siap dan waspada apabila sewaktu-waktu terjadi bencana.

Program penataan ruang kawasan pesisir:
  • Menetapkan peruntukan ruang wilayah yang mempunyai tingkat kerentanan terhadap potensi geologi, peruntukan ruang untuk keperluan berbagai fungsi ruang serta infrastruktur yang memadai yang berguna terutama dalam proses evakuasi dan tindakan penyelamatan apabila terjadi bencana geologi.
  • Mendeliniasi wilayah rentan terhadap bencana gempa bumi dengan cara mambuat peta mikrozonasi yang akan menjadi acuan dalam di dalam pembuatan dan penetapan peraturan mengenai konstruksi bangunan (building code), menetapkan mengawasi dan melaksanakan secara konsisten dan kosekuen semua peraturan yang berkaitan dengan kode bangunan.
  • Menetapkan garis sempadan pantai, yang diukur dari air pasang tertinggi terhadap jarak minimal kawasan permukiman.
  • Mendeliniasi wilayah rentan terhadap bahaya banjir baik siklus banjir tahunan, lima tahunan, sepuluh tahunan, hingga banjir 25 tahun dan disertai dengan peraturan yang berkaitan dengan konstruksi bangunan dan infrastrukturnya, termasuk wilayah rentan terhadap tsunami dengan cara membuat peta zona bathimetry hingga kearah pesisir dan bagian dataran hingga ketinggian 20 meter di atas permukaan laut yang akan menjadi acuan pembuatan dan peraturan daerah mengenai zonasi kerentanan terhadap tsunami.


Sedangkan program penataan ruang kawasan perbukitan harus mempertimbangkan:

  • Menetapkan peruntukan ruang wilayah yang mempunyai tingkat kerentanan terhadap gempa bumi dan longsoran tanah serta peruntukan ruang untuk keperluan berbagai fungsi ruang termasuk infrastruktur yang memadai yang berguna terutama dalam proses evakuasi dan tindakan penyelamatan apabila terjadi bencana geologi.
  • Mendeliniasi wilayah rentan terhadap bahaya geologi dengan cara membuat peta zonasi rentan bencana geologi yang akan menjadi acuan dalam pembuatan dan penetapan peraturan daerah mengenai kode bangunan, melaksanakan dan menetapkan wilayah rentan terhadap bahaya longsoran tanah dengan cara membuat peta kerentanan longsoran tanah dan kestabilan lahan yang akan menjadi acuan di dalam pembuatan dan penetapan peraturan daerah mengenai keamanan terhadap longsoran, menetapkan, mengawasi dan melaksanakan secara konsisten dan konsekuen semua peraturan yang berkaitan dengan kode bangunan terhadap bahaya longsoran tanah.

Pertanyaan untuk diri kita dan seluruh pelaku Rekompak-JRF, apakah analisis kebencanaan yang memperhatikan aspek penataan ruang dan bangunan (RTBL) telah mendapatkan porsi yang cukup intensif dan serius dalam penyusunan RPP (Rencana Penataan Permukiman)?. Dan, sejauh mana masyarakat memahami dan terlibat langsung dalam merencanakan serta melaksanakan penataan lingkungan sendiri menuju permukiman yang lebih baik, sehat dan responsif terhadap bencana. Penting juga untuk dipastikan bahwa dokumen RPP yang disusun itu pada prinsipnya adalah ide masyarakat dan harus disosialisasikan kembali pada masyarakat, sehingga sesuai dengan pendekatan program kita, REKOMPAK yang berbasis komunitas, dari dan untuk masyarakat.


sumber : http://www.rekompakjrf.org/?act=detailartikel&id=20

Arsitek dan Lingkungan

RTRW Bengkulu Berbasis Mitigasi Bencana


Bengkulu, Kompas - Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Bengkulu bekerja sama dengan Program Pembangunan PBB atau UNDP dan lembaga nonpemerintah dari Swiss, Swisscontact, membahas rencana tata ruang wilayah berbasis mitigasi bencana. Ini merupakan amanah dalam Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang RTRW.

”Dalam undang-undang itu disebutkan, RTRW harus berbasis bencana untuk pengurangan risiko bencana alam. Pembahasan dilakukan di tingkat kabupaten/ kota,” kata Sekretaris Bappeda Provinsi Bengkulu, Colendry, di Bengkulu, Jumat (29/1).

Hasil kajian Tim Pemetaan Risiko Bencana Provinsi Bengkulu menunjukkan, wilayah itu berpotensi dilanda sembilan bencana alam, yakni gempa bumi, tsunami, banjir, gunung meletus, longsor, kebakaran hutan, puting beliung, kekeringan, dan abrasi.

Wakil Ketua Tim Pemetaan Risiko Bencana Provinsi Bengkulu Aminuddin mengatakan, diskusi di tingkat kabupaten/kota membahas potensi bencana dan akan ada rumusan rekomendasi untuk revisi RTRW berbasis mitigasi bencana.

”Kelompok diskusi membahas sembilan peta bencana yang berpotensi terjadi di Provinsi Bengkulu dan membandingkannya dengan rencana sistem perkotaan,” katanya.

Berdasarkan rencana struktur ruang RTRW, kawasan yang rawan bencana gempa dengan intensitas gempa cukup tinggi berpotensi terjadi di Kota Bengkulu, Mukomuko, Curup, Manna, Muara Aman, Kepahiang, Tais, Bintuhan, Ipuh, Ketenong, Ketahun, Tes, Sukaraja, Masmambang, Masat, Seginim, Simpang Tiga, Linau, dan Malakoni.

”Kesimpulannya, wilayah yang mempunyai intensitas gempa tinggi terletak di sepanjang pesisir pantai dan sepanjang ’sesar semangko’. Demikian juga dengan potensi bencana lain akan dibahas lengkap dengan daerah yang rawan,” katanya.

RTRW berbasis mitigasi bencana nantinya diserahkan kepada DPRD provinsi untuk ditetapkan sebagai perda. (ANTARA/JAN)


sumber : http://www.mpbi.org/content/rtrw-bengkulu-berbasis-mitigasi-bencana

Senin, 08 November 2010

Arsitek dan Lingkungan

Arsitek Pencakar Langit Ramah Lingkungan

Arsitek Italia Dr. David Fisher mengumumkan sebuah lembaran baru dalam sejarah arsitektur. Apartemen baru dengan konsep dinamik (Dynamic Towers) akan mengubah cara pandang dunia terhadap sebuah bangunan, karena setiap gedung akan menghasilkan energinya sendiri, setiap lantai akan bebas bergerak, dan melalui rancangan yang unik, setiap tingkat bangunan itu akan dapat dibangun sendiri secara terpisah di pabrik-pabrik.

Pembangunan dari dua Dynamic Towers yang pertama akan segera dimulai di Dubai dan Moscow, sedang proyek-proyek sejenis juga sedang direncakan di belahan dunia lainnya. Setelah menerima proyek pertama di Dubai, Fisher menyebutkan beberapa rencana untuk proyek berikutnya. “Kami berniat membangun pencakar langit ke tiga yang dapat berotasi di New York,” Fisher mengatakan.

Berfokus untuk menciptakan bangunan yang harmonis dengan alam seiring dengan kemajuan teknologi, Fisher menjelaskan bahwa setiap tower dapat menghasilkan energi melalui penggunaan turbin angin dan panel tenaga surya.

“Saya sedang memikirkan tentang bagaimana dapat berkawan dengan angin dari pada melawan angin,” kata Fisher.

“The Dynamic Tower ini adalah gedung yang ramah lingkungan dan merupakan bangunan pertama yang khusus dirancang agar dapat memberi tenaganya sendiri, yaitu dengan kemampuan untuk menghasilkan listrik bagi bangunan itu sendiri, maupun bagi bangunan di sekitarnya,” kata Fisher. “Hal ini dapat dicapai dengan memasang turbin di antara setiap lantai yang dapat berotasi. Bangunan 80 tingkat dengan 79 buah turbin angin itu akan menjadi sebuah pembangkit tenaga listrik yang benar-benar ramah terhadap lingkungan.”

Karena rancangan dan bentuknya yang demikian, turbin angin di antara setiap lantai dapat berkerja tanpa suara, dan perlengkapan peralatan maupun perabotan dari setiap apartemen akan memakai bahan-bahan alami yang dapat didaur ulang seperti batu, marmer, kaca dan kayu.

Setiap lantai dari menara akan dapat berputar bebas secara indenpenden, dan dapat dibangun sendiri secara terpisah di pabrik. Setelah selesai dibangun, setiap bagian lantainya dapat diangkat dan dipasangkan di atas pusat menara sesuai dengan tingkat lantainya.

Fisher mengatakan pembangunan ini menggunakan sistem pre-constructed, yaitu membangun dengan bagian-bagian yang sudah dibangun sebelumnya sehingga dapat mengurangi biaya hingga 20 persen dan menghemat waktu sekitar satu minggu untuk setiap lantainya. Karena kemampuan dari setiap lantai yang dapat bebas berotasi pada kecepatan yang berbeda maka bentuk bangunan tersebut akan selalu berubah-ubah.

Tiap-tiap tower akan dilengkapi dengan banyak pilihan, seperti kolam renang dalam rumah, sistem pengaktifan melalui suara (voice activated control systems), dan elevator yang memungkinkan Anda memarkir mobil di suatu tempat yang sudah ditentukan, juga sebuah kamar mandi mewah yang dirancang secara khusus dan dirakit oleh pabrik Leonardo da Vinci di Italia.

“Kehidupan dewasa ini adalah dinamis, jadi tempat di mana kita hidup haruslah dinamis juga, disesuaikan dengan kebutuhan kita yang terus-menerus berubah, sesuai dengan konsep rancangan dan keinginan hati kita,” kata Fisher. “Bangunan akan mengikuti irama alam. Bangunan tersebut akan mengubah arah dan bentuknya dari musim semi ke musim panas, dari matahari terbit ke matahari terbenam, serta menyesuaikan diri terhadap cuaca. Dengan kata lain, bangunan-bangunan itu akan tampak hidup.”



sumber : http://www.alpensteel.com/article/