Jumat, 28 Oktober 2011

UU no.4 th 1992 (Hukum Perikatan)

DEFINISI :
Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi diantara dua orang atau lebih, yang terletak didalam lapangan harta kekayaan , dimana pihak yang satu berhak atas suatu prestasi dan pihak lain berkewajiban memenuhinya.

EMPAT UNSUR PERIKATAN:
  1. Hubungan Hukum, dari hubungan ini timbul hak dan kewajiban terhadap para pihak.
  2. Kekayaan; maksudnya ukuran-ukuran yang dipakai bisa dinilai dengan uang maupun tidak, namun bila terjadi wanprestasi dan agar rasakeadilan tetap terjaga, akibat hukum berupa konsekwensi material.
  3. Para pihak sebagai subjek hukum yaitu pihak kreditur ( berhak menuntut prestasi) dan pihak debitur (berkewajiban memenuhi prestasi)
  4. Prestasi sebagai objek hukum.
SUMBER PERIKATAN:
1. Terjadi karena undang-undang semata, terlepas dari kemauan pihak-pihak yang bersangkutan.
Contoh:
  1. Lampau waktu.
  2. Kematian.
  3. Kelahiran.
2. Terjadi karena undang-undang sebagai akibat perbuatan orang
Contoh:
  1. Melakukan kesepakatan (perjanjian)
  2. Mengurus kepentingan orang lain secara sukarela
  3. Perbuatan melawan hukum.
 JENIS-JENIS PERIKATAN :

1. Pengelompokan Perikatan 
  1. Perikatan dilihat dari prestasinya
  2. Perikatan dilihat dari subjeknya
  3. Perikatan dilihat dari daya kerjanya
  4. Pembedaan perikatan berdasar undang-undang 
2. Secara Skema 

3. Perikatan Berdasarkan Undang-Undang 
  1. Perikatan Memberikan sesuatu
  2. Perikatan Bersyarat
  3. Perikatan dengan Ketetapan Waktu
  4. Perikatan Manasuka (alternative).
  5. Perikatan Tanggung-menanggung.
  6. Perikatan yang dapat dibagi dan Tidak dapat dibagi 
  7. Perikatan dengan ancaman hukuman.
SYARAT SYAHNYA SUATU PERJANJIAN : 
Untuk syahnya perjanjian menurut pasal 1320 KUHPdt diperlukan empat syarat:
  1. Ada kesepakatan diantara mereka yang mengikatkan dirinya
  2. Cakap untuk membuat perjanjian
  3. Mengenai suatu hal tertentu
  4. Suatu sebab yang halal.
CARA HAPUSNYA SUATU PERIKATAN :
  1. Pembayaran: dimaksudkan setiap pemenuhan perjanjian secara sukarela. Dalam hal kasus jual beli misalnya yang dimaksud pembayaran adalah pemenuhan kewajiban masing-masing pihak, pembeli melunasi sejumlah harga tertentu dan penjual menyerahkan barang dalam keadaan baik sebagaimana disepakati.
  2. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penitipan atau penyimpanan, Kasusnya sebagai contoh berikut, jika si kreditur menolak pembayaran, maka notaris atau juru sita datang ketempat kreditur menawarkan pembayaran berupa uang atau barang, jika si kreditur tetap menolak, yang bersangkutan diminta menanda tangan berita acara (proses verbal) kemudiaN notaris atau juru sita datang ke pengadilan untuk menitipkaN uang atau barang sebagai pembayaran kepada kreditur tersebut, setelah resmi barang atau uang diterima pengadilan, maka lunaslah kewajiban debitur, selanjutnya terserah kreditur mau diterima atau tidak, dengan menanggung sejumlah biaya tertentu sehubungan dengan barang atau uang yang dititipkan.
  3. Pembaharuan Hutang atau Novasi; menurut pasal 1413 KUHPdt ada tiga macam jalan melakukan pembaharuan hutang yaitu:
    • Membuat perjanjian baru menggantikan perjanjian lama.
    • Seorang berutang baru ditunjuk mengggantikan orang berutang lama, yang oleh kreditur (si berpiutang) dibebaskan dari perikatannya. 
    • Seorang kreditur baru, ditunjuk untuk menggantikan kreditur lama, terhadap siapa siberhutang dibebaskan dari perikatannya.
  4. Perjumpaan hutang.atau konpensasi, yaitu cara melusai hutang dengan cara “mempertemukan hutang-pihutang dengan perhitungan” antara kreditur dan debitur, sehingga lunas.
  5. Percampuran utang; bila kedudukan seorang debitur dan kreditur berkumpul pada satu orang. Misalnya dalam kasus terjadi perkawinan dengan percampuran harta antar kreditur dan debitur atau seorang kreditur meninggal dan satu-satunya pewaris adalah debitur.
  6. Pembebasan hutang, yaitu kreditur secara sukarela membebaskan tagihannya dan secara hukum bisa dikatakan lunas apabila si debitur sendiri menerima keputusan kreditur membebaskan hutangnya.
  7. Objek barang terhutang musnah, dengan syarat hilang atau musnahnya barang tersebut diluar kesalahan debitur.
  8. Batal / pembatalan, jika suatu perikatan batal karena dibatalkan atau batal demi hukum maka tidak ada lagi perikatan hukum yang dilahirkan karena pembatalan tersebut..
  9. Berlakunya syarat batal. Dalam hal perikatan bersyarat, maka jika terpenuhi syarat batal dengan sendirinya perikatan hapus.
  10. Lewat waktu ( daluwarsa), pasal 1946 KUHPdt menyatakan, lewat waktu atau daluwarsa adalah upaya untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu, dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang.

UU no.4 th 1992 (Kasiba dan Lisiba)

KASIBA 
Kawasan siap bangun adalah sebidang tanah yang fisiknya telah dipersiapkan untuk pembangunan perumahan dan permukiman skala besar yang terbagi dalam satu lingkungan siap bangun lebih yang pelaksanaannya dilakukan secara bertahap dengan lebih dahulu dilengkapi dengan jaringan primer dan sekunder prasarana lingkungan sesuai dengan rencana tata ruang lingkungan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II dan memenuhi persyaratan pembakuan pelayanan prasarana dan sarana lingkungan, khusus untuk daerah khusus Ibu Kota Jakarta, rencana tata ruang lingkungannya ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta.

LISIBA 
Lingkungan siap bangun adalah sebidang tanah yang merupakan bagian dari kawasan siap bangun ataupun berdiri sendiri yang telah dipersiapkan dan dilengkapi dengan prasarana lingkungan dan selain itu juga sesuai dengan persyaratan pembakuan tata lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan pelayanan lingkungan untuk membangun kaveling tanah matang.

Peraturan Pemerintah tentang Kasiba &Lisiba :
Merupakan amanat dari UU Nomor 4 Tahun 1992 Pasal 20, yang mengatur tentang:
  1.  Lokasi sebagai operasionalisasi RTRK/K.
  2.  Badan Pengelola/Badan Penyelenggara.
  3. Pembangunan prasarana.
  4.  Pengaturan pembangunan Lisiba/Lisiba BS.
  5. Pengaturan besaran Kasiba/Lisiba.
  6.  Pengaturan waktu pembangunan. 
  7. Pengaturan peralihan.
Tujuan Kasiba & Lisiba :
  1. Mengarahkan pertumbuhan permukiman di kawasan  perkotaan dan perdesaan agar terbentuk struktur kawasan yang efisien dan efektif.
  2. Mengendalikan harga tanah, yang berangkat dari paradigma bahwa lahan bukan hanya komoditi tetapi lahan untuk kepentingan pengembangan sosial ekonomi kota.
  3. Menyediakan perumahan yang layak dan terjangkau, sekaligus merupakan strategi pembangunan permukiman di kawasan perkotaan sebagai upaya preventif tumbuhnya permukiman kumuh.
Komponen :

a. Kasiba
  1. Rencana Rinci
  2. Rencana Perolehan Tanah
  3. Jaringan Primer dan Sekunder Prasarana Permukiman 
b. Lisiba
  1. Pematangan Tanah
  2. Pembangunan Rumah  
  3. Jaringan Prasarana Lingkungan Permukiman 
Permasalahan Dalam Penyenggaraan Kasiba & Lisiba :
  1. Belum selesainya peraturan dan petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis pelaksanaan Kasiba dan Lisiba BS.
  2. Masih terbatasnya sosialisasi pelembagaan dan bantuan teknis/pendampingan dalam penetapan lokasi.
  3. Masih terbatasnya dukungan dalam pencadangan tanah untuk Kasiba dan Lisiba BS.
  4. Terdapat banyak lahan dengan status HGB/HPL yang belum dibangun untuk perumahan.
  5. Masih terbatasnya kemampuan penyediaan prasarana (Pusat & Daerah) dalam pengembangan Kasiba dan Lisiba BS.
  6. Koordinasi dengan instansi pendukung seperti PLN, PDAM, BPN, dan Dinas Perhubungan yang masih belum dapat berjalan dengan baik.
  7. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) belum mengakomodasi lokasi Kasiba/ Lisiba BS.
sumber : Deputi Bidang Pengembangan Kawasan, Kementerian Negara Perumahan Rakyat

UU No.4 th 1992 tentang Pemukiman


Penjelasannya..

Perumahan dan permukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa, dan perlu dibina serta dikembangkan demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan dan penghidupan masyarakat.

Perumahan dan permukiman tidak dapat dilihat sebagai sarana kebutuhan kehidupan semata-mata, tetapi lebih dari itu merupakan proses bermukim manusia dalam menciptakan ruang kehidupan untuk memasyarakatkan dirinya, dan menampakkan jati diri.

Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam pembangunan dan pemilikan, setiap pembangunan rumah hanya dapat dilakukan di atas tanah yang dimiliki berdasarkan hak-hak atas tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sistem penyediaan tanah untuk perumahan dan permukiman harus ditangani secara nasional karena tanah merupakan sumber daya alam yang tidak dapat bertambah akan tetapi harus digunakan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat. Proses penyediaannya harus dikelola dan dikendalikan oleh Pemerintah agar  penggunaan dan pemanfaatannya dapat menjangkau masyarakat secara adil dan merata tanpa menimbulkan kesenjangan ekonomi dan sosial dalam proses bermukimnya masyarakat.

Untuk mewujudkan perumahan dan permukiman dalam rangka memenuhi kebutuhan jangka pendek, menengah, dan panjang dan sesuai dengan rencana tata ruang, suatu wilayah permukiman ditetapkan sebagai kawasan siap bangun yang dilengkapi jaringan prasarana primer dan sekunder lingkungan.

Penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman mendorong dan memperkukuh demokrasi ekonomi serta memberikan kesempatan yang sama dan saling menunjang antara badan usaha milik negara, koperasi, dan swasta berdasarkan asas kekeluargaan.

Pembangunan di bidang perumahan dan permukiman yang bertumpu pada masyarakat memberikan hak dan kesempatan yang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk berperan serta.

Di samping usaha meningkatkan pembangunan perumahan dan permukiman perlu diwujudkan adanya ketertiban dan kepastian hukum dalam pemanfaatan dan pengelolaannya.

Sejalan dengan peran serta masyarakat di dalam pembangunan perumahan dan permukiman, Pemerintah mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk melakukan pembinaan dalam wujud pengaturan dan pembimbingan, pendidikan dan pelatihan, pemberian bantuan dan kemudahan, penelitian dan pengembangan yang meliputi berbagai aspek yang terkait antara lain tata ruang, pertanahan, prasarana lingkungan, industri bahan dan komponen, jasa konstruksi dan rancang bangun, pembiayaan, kelembagaan, sumber daya manusia serta peraturan perundang-undangan.