Penyalahgunaan Tata Ruang
Penyebab Terjadinya Tragedi Situ Gintung
Ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia terletak dengan kedudukan yang strategis sebagai negara kepulauan dengan keanekaragaman ekosistemnya merupakan sumber daya alam yang perlu disyukuri, dilindungi, dan dikelola.
Pengelolaan sumber daya alam yang beraneka ragam di daratan, di lautan, dan di udara, perlu dilakukan secara terkoordinasi dan terpadu dengan sumber daya manusia dan sumber daya buatan dalam pola pembangunan yang berkelanjutan dengan mengembangkan tata ruang dalam satu kesatuan tata lingkungan yang dinamis serta tetap memelihara kelestarian kemampuan lingkungan hidup.
Menimbang dari hal tersebut ditetapkan Undang-Undang tentang penataan ruang dalam UU No.24/1992 untuk mewujudkan ruang-ruang yang lebih terorganisir.
UU No.24/1992 tentang Penataan Ruang mengisyaratkan agar setiap kota menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah Kota sebagai pedoman dalam pemanfaatan ruang bagi setiap kegiatan pembangunan.
Bangunan Waduk Situ Gintung yang dibangun 76 tahun yang lalu tepatnya tahun 1932 oleh pemerintah Belanda (ketika masih menjajah) pada saat itu sebagai salah satu alternatif pengairan untuk sawah yang masih banyak tersebar di sekitar Situ. Luas sekitar 21 ha dengan kedalaman berkisar 10 m sehingga sangat potensia untuk menampung air yang digunakan untuk pengairan sawah. Makanya di situ ada spill way (pelimpahan air).
Hal ini jelas menyebutkan bahwa waduk dan sekitarnya merupakan kawasan konservasi sumber daya air yang jika dikaitkan dengan undang-undang penataan ruang merupakan kawasan lindung yang sekitarnya tidak boleh dibangun atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan peruntukkannya.
Namun ternyata areal persawahan di sekitarnya berubah jadi pemukiman, fungsi irigasi waduk Situ Gintung sudah tidak ada lagi. Pada awalnya bangunan waduk dibangun sangat kokoh, namun seiring dengan berjalannya waktu dan kegiatan manusia disekitar waduk yang tidak terkontrol menyebabkan terjadinya kerusakan-kerusakan “kecil” yang sering dianggap remeh. Selain itu dari waktu ke waktu bangunan rumah di sekitar kawasan itu semakin bertambah sehingga luasan Situ Gintung pun kian menyempit. Hal ini menyebabkan kerusakan lingkungan dan bangunan waduk, contohnya pada tahun 2005 terjadi kerusakan persis di dekat lokasi bobolnya tanggul Situ Gintung telah dilaporkan oleh warga di sekitar waduk ke Pemda Kabupaten Tangerang. Namun laporan ini ditanggapi tidak serius, bahkan terkesan dibiarkan saja oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah.
Benar adanya, bahwa penyalahgunaan tata ruang dan fungsi peruntukkan lahan (land-use) merupakan salah satu dari berbagai penyebab terjadinya tragedi Situ Gintung. Ini merupakan peringatan bagi kita semua untuk selalu memperhatikan dan mengawasi agar nantinya tidak terjadi penyalahgunaan tata ruang pada masa yang akan datang. Karena akibat dari penyalahgunaan tata ruang sangat merugikan serta membahayakan keselamatan jiwa manusia.
sumber :