Jumat, 30 September 2011

Hukum Pranata Pembangunan

Penyalahgunaan Tata Ruang
Penyebab Terjadinya Tragedi Situ Gintung

Ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia terletak dengan kedudukan yang strategis sebagai negara kepulauan dengan keanekaragaman ekosistemnya merupakan sumber daya alam yang perlu disyukuri, dilindungi, dan dikelola.

Pengelolaan sumber daya alam yang beraneka ragam di daratan, di lautan, dan di udara, perlu dilakukan secara terkoordinasi dan terpadu dengan sumber daya manusia dan sumber daya buatan dalam pola pembangunan yang berkelanjutan dengan mengembangkan tata ruang dalam satu kesatuan tata lingkungan yang dinamis serta tetap memelihara kelestarian kemampuan lingkungan hidup.

Menimbang dari hal tersebut ditetapkan Undang-Undang tentang penataan ruang dalam UU No.24/1992 untuk mewujudkan ruang-ruang yang lebih terorganisir.

UU No.24/1992 tentang Penataan Ruang mengisyaratkan agar setiap kota menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah Kota sebagai pedoman dalam pemanfaatan ruang bagi setiap kegiatan pembangunan.

Walau sudah di tetapkan sebagai undang-undang, namun masi banyak kasus yang terjadi akibat penyalahgunaan tata ruang. Salah satunya yaitu tragedi Situ Gintung.

Bangunan Waduk Situ Gintung yang dibangun 76 tahun yang lalu tepatnya tahun 1932 oleh pemerintah Belanda (ketika masih menjajah) pada saat itu sebagai salah satu alternatif pengairan untuk sawah yang masih banyak tersebar di sekitar Situ. Luas sekitar 21 ha dengan kedalaman berkisar 10 m sehingga sangat potensia untuk menampung air yang digunakan untuk pengairan sawah. Makanya di situ ada spill way (pelimpahan air).

Hal ini jelas menyebutkan bahwa waduk dan sekitarnya merupakan kawasan konservasi sumber daya air yang jika dikaitkan dengan undang-undang penataan ruang merupakan kawasan lindung yang sekitarnya tidak boleh dibangun atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan peruntukkannya.

Namun ternyata areal persawahan di sekitarnya berubah jadi pemukiman, fungsi irigasi waduk Situ Gintung sudah tidak ada lagi. Pada awalnya bangunan waduk dibangun sangat kokoh, namun seiring dengan berjalannya waktu dan kegiatan manusia disekitar waduk yang tidak terkontrol menyebabkan terjadinya kerusakan-kerusakan “kecil” yang sering dianggap remeh. Selain itu dari waktu ke waktu bangunan rumah di sekitar kawasan itu semakin bertambah sehingga luasan Situ Gintung pun kian menyempit. Hal ini menyebabkan kerusakan lingkungan dan bangunan waduk, contohnya pada tahun 2005 terjadi kerusakan persis di dekat lokasi bobolnya tanggul Situ Gintung telah dilaporkan oleh warga di sekitar waduk ke Pemda Kabupaten Tangerang. Namun laporan ini ditanggapi tidak serius, bahkan terkesan dibiarkan saja oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah.

Benar adanya, bahwa penyalahgunaan tata ruang dan fungsi peruntukkan lahan (land-use) merupakan salah satu dari berbagai penyebab terjadinya tragedi Situ Gintung. Ini merupakan peringatan bagi kita semua untuk selalu memperhatikan dan mengawasi agar nantinya tidak terjadi penyalahgunaan tata ruang pada masa yang akan datang. Karena akibat dari penyalahgunaan tata ruang sangat merugikan serta membahayakan keselamatan jiwa manusia.

sumber :

Hukum Pranata Pembangunan

Penyalahgunaan Tata Ruang
Penyebab Terjadinya Tragedi Situ Gintung

Ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia terletak dengan kedudukan yang strategis sebagai negara kepulauan dengan keanekaragaman ekosistemnya merupakan sumber daya alam yang perlu disyukuri, dilindungi, dan dikelola.

Pengelolaan sumber daya alam yang beraneka ragam di daratan, di lautan, dan di udara, perlu dilakukan secara terkoordinasi dan terpadu dengan sumber daya manusia dan sumber daya buatan dalam pola pembangunan yang berkelanjutan dengan mengembangkan tata ruang dalam satu kesatuan tata lingkungan yang dinamis serta tetap memelihara kelestarian kemampuan lingkungan hidup.

Menimbang dari hal tersebut ditetapkan Undang-Undang tentang penataan ruang dalam UU No.24/1992 untuk mewujudkan ruang-ruang yang lebih terorganisir.

UU No.24/1992 tentang Penataan Ruang mengisyaratkan agar setiap kota menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah Kota sebagai pedoman dalam pemanfaatan ruang bagi setiap kegiatan pembangunan.

Walau sudah di tetapkan sebagai undang-undang, namun masi banyak kasus yang terjadi akibat penyalahgunaan tat ruang. Salah satunya yaitu tragedi Situ Gintung.

Bangunan Waduk Situ Gintung yang dibangun 76 tahun yang lalu tepatnya tahun 1932 oleh pemerintah Belanda (ketika masih menjajah) pada saat itu sebagai salah satu alternatif pengairan untuk sawah yang masih banyak tersebar di sekitar Situ. Luas sekitar 21 ha dengan kedalaman berkisar 10 m sehingga sangat potensia untuk menampung air yang digunakan untuk pengairan sawah. Makanya di situ ada spill way (pelimpahan air).

Hal ini jelas menyebutkan bahwa waduk dan sekitarnya merupakan kawasan konservasi sumber daya air yang jika dikaitkan dengan undang-undang penataan ruang merupakan kawasan lindung yang sekitarnya tidak boleh dibangun atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan peruntukkannya.

Namun ternyata areal persawahan di sekitarnya berubah jadi pemukiman, fungsi irigasi waduk Situ Gintung sudah tidak ada lagi. Pada awalnya bangunan waduk dibangun sangat kokoh, namun seiring dengan berjalannya waktu dan kegiatan manusia disekitar waduk yang tidak terkontrol menyebabkan terjadinya kerusakan-kerusakan “kecil” yang sering dianggap remeh. Selain itu dari waktu ke waktu bangunan rumah di sekitar kawasan itu semakin bertambah sehingga luasan Situ Gintung pun kian menyempit. Hal ini menyebabkan kerusakan lingkungan dan bangunan waduk, contohnya pada tahun 2005 terjadi kerusakan persis di dekat lokasi bobolnya tanggul Situ Gintung telah dilaporkan oleh warga di sekitar waduk ke Pemda Kabupaten Tangerang. Namun laporan ini ditanggapi tidak serius, bahkan terkesan dibiarkan saja oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah.

Benar adanya, bahwa penyalahgunaan tata ruang dan fungsi peruntukkan lahan (land-use) merupakan salah satu dari berbagai penyebab terjadinya tragedi Situ Gintung. Ini merupakan peringatan bagi kita semua untuk selalu memperhatikan dan mengawasi agar nantinya tidak terjadi penyalahgunaan tata ruang pada masa yang akan datang. Karena akibat dari penyalahgunaan tata ruang sangat merugikan serta membahayakan keselamatan jiwa manusia.

sumber :

Hukum Pranata Pembangunan

Penyalahgunaan Tata Ruang Penyebab Terjadinya Tragedi Situ Gintung

Ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia terletak dengan kedudukan yang strategis sebagai negara kepulauan dengan keanekaragaman ekosistemnya merupakan sumber daya alam yang perlu disyukuri, dilindungi, dan dikelola.

Pengelolaan sumber daya alam yang beraneka ragam di daratan, di lautan, dan di udara, perlu dilakukan secara terkoordinasi dan terpadu dengan sumber daya manusia dan sumber daya buatan dalam pola pembangunan yang berkelanjutan dengan mengembangkan tata ruang dalam satu kesatuan tata lingkungan yang dinamis serta tetap memelihara kelestarian kemampuan lingkungan hidup.

Menimbang dari hal tersebut ditetapkan Undang-Undang tentang penataan ruang dalam UU No.24/1992 untuk mewujudkan ruang-ruang yang lebih terorganisir.

UU No.24/1992 tentang Penataan Ruang mengisyaratkan agar setiap kota menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah Kota sebagai pedoman dalam pemanfaatan ruang bagi setiap kegiatan pembangunan.

Walau sudah di tetapkan sebagai undang-undang, namun masi banyak kasus yang terjadi akibat penyalahgunaan tat ruang. Salah satunya yaitu tragedi Situ Gintung.

Bangunan Waduk Situ Gintung yang dibangun 76 tahun yang lalu tepatnya tahun 1932 oleh pemerintah Belanda (ketika masih menjajah) pada saat itu sebagai salah satu alternatif pengairan untuk sawah yang masih banyak tersebar di sekitar Situ. Luas sekitar 21 ha dengan kedalaman berkisar 10 m sehingga sangat potensia untuk menampung air yang digunakan untuk pengairan sawah. Makanya di situ ada spill way (pelimpahan air).

Hal ini jelas menyebutkan bahwa waduk dan sekitarnya merupakan kawasan konservasi sumber daya air yang jika dikaitkan dengan undang-undang penataan ruang merupakan kawasan lindung yang sekitarnya tidak boleh dibangun atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan peruntukkannya.

Namun ternyata areal persawahan di sekitarnya berubah jadi pemukiman, fungsi irigasi waduk Situ Gintung sudah tidak ada lagi. Pada awalnya bangunan waduk dibangun sangat kokoh, namun seiring dengan berjalannya waktu dan kegiatan manusia disekitar waduk yang tidak terkontrol menyebabkan terjadinya kerusakan-kerusakan “kecil” yang sering dianggap remeh. Selain itu dari waktu ke waktu bangunan rumah di sekitar kawasan itu semakin bertambah sehingga luasan Situ Gintung pun kian menyempit. Hal ini menyebabkan kerusakan lingkungan dan bangunan waduk, contohnya pada tahun 2005 terjadi kerusakan persis di dekat lokasi bobolnya tanggul Situ Gintung telah dilaporkan oleh warga di sekitar waduk ke Pemda Kabupaten Tangerang. Namun laporan ini ditanggapi tidak serius, bahkan terkesan dibiarkan saja oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah.

Benar adanya, bahwa penyalahgunaan tata ruang dan fungsi peruntukkan lahan (land-use) merupakan salah satu dari berbagai penyebab terjadinya tragedi Situ Gintung. Ini merupakan peringatan bagi kita semua untuk selalu memperhatikan dan mengawasi agar nantinya tidak terjadi penyalahgunaan tata ruang pada masa yang akan datang. Karena akibat dari penyalahgunaan tata ruang sangat merugikan serta membahayakan keselamatan jiwa manusia.

sumber :

Hukum Pranata Pembangunan

Penyalahgunaan Tata Ruang Penyebab Terjadinya Tragedi Situ Gintung

Ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia terletak dengan kedudukan yang strategis sebagai negara kepulauan dengan keanekaragaman ekosistemnya merupakan sumber daya alam yang perlu disyukuri, dilindungi, dan dikelola.

Pengelolaan sumber daya alam yang beraneka ragam di daratan, di lautan, dan di udara, perlu dilakukan secara terkoordinasi dan terpadu dengan sumber daya manusia dan sumber daya buatan dalam pola pembangunan yang berkelanjutan dengan mengembangkan tata ruang dalam satu kesatuan tata lingkungan yang dinamis serta tetap memelihara kelestarian kemampuan lingkungan hidup.

Menimbang dari hal tersebut ditetapkan Undang-Undang tentang penataan ruang dalam UU No.24/1992 untuk mewujudkan ruang-ruang yang lebih terorganisir.

UU No.24/1992 tentang Penataan Ruang mengisyaratkan agar setiap kota menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah Kota sebagai pedoman dalam pemanfaatan ruang bagi setiap kegiatan pembangunan.

Walau sudah di tetapkan sebagai undang-undang, namun masi banyak kasus yang terjadi akibat penyalahgunaan tat ruang. Salah satunya yaitu tragedi Situ Gintung.

Bangunan Waduk Situ Gintung yang dibangun 76 tahun yang lalu tepatnya tahun 1932 oleh pemerintah Belanda (ketika masih menjajah) pada saat itu sebagai salah satu alternatif pengairan untuk sawah yang masih banyak tersebar di sekitar Situ. Luas sekitar 21 ha dengan kedalaman berkisar 10 m sehingga sangat potensia untuk menampung air yang digunakan untuk pengairan sawah. Makanya di situ ada spill way (pelimpahan air).

Hal ini jelas menyebutkan bahwa waduk dan sekitarnya merupakan kawasan konservasi sumber daya air yang jika dikaitkan dengan undang-undang penataan ruang merupakan kawasan lindung yang sekitarnya tidak boleh dibangun atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan peruntukkannya.

Namun ternyata areal persawahan di sekitarnya berubah jadi pemukiman, fungsi irigasi waduk Situ Gintung sudah tidak ada lagi. Pada awalnya bangunan waduk dibangun sangat kokoh, namun seiring dengan berjalannya waktu dan kegiatan manusia disekitar waduk yang tidak terkontrol menyebabkan terjadinya kerusakan-kerusakan “kecil” yang sering dianggap remeh. Selain itu dari waktu ke waktu bangunan rumah di sekitar kawasan itu semakin bertambah sehingga luasan Situ Gintung pun kian menyempit. Hal ini menyebabkan kerusakan lingkungan dan bangunan waduk, contohnya pada tahun 2005 terjadi kerusakan persis di dekat lokasi bobolnya tanggul Situ Gintung telah dilaporkan oleh warga di sekitar waduk ke Pemda Kabupaten Tangerang. Namun laporan ini ditanggapi tidak serius, bahkan terkesan dibiarkan saja oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah.

Benar adanya, bahwa penyalahgunaan tata ruang dan fungsi peruntukkan lahan (land-use) merupakan salah satu dari berbagai penyebab terjadinya tragedi Situ Gintung. Ini merupakan peringatan bagi kita semua untuk selalu memperhatikan dan mengawasi agar nantinya tidak terjadi penyalahgunaan tata ruang pada masa yang akan datang. Karena akibat dari penyalahgunaan tata ruang sangat merugikan serta membahayakan keselamatan jiwa manusia.

sumber :

Rabu, 28 September 2011

Hukum Pranata Pembangunan

Pengantar Hukum Pranata Pembangunan
Tebal
  • Pengertian Hukum Pranata Pembangunan
Menurut kamus besar Bahasa Indoneisa :
Hukum adalah peraturan atau adat yang secara resmi mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat.

Pranata Pembangunan merupakan interaksi/hubungan antar individu/kelompok dalam kumpulan dalam kerangka mewujudkan lingkungan binaan. Interaksi ini didasarkan hubungan kontrak. Analogi dari pemahaman tersebut dalam kegiatan lebih detail adalah interaksi antar pemilik/perancang/pelaksana dalam rangka mewujudkan ruang/bangunann untuk memenuhi kebutuhan bermukim. Dalam kegiatannya didasarkan hubungan kontrak, dan untuk mengukur hasilnya dapat diukur melalui kriteria barang public.

  • Struktur Hukum Pranata
Struktur Hukum Pranata di Indonesia :
  1. Legislatif (MPR-DPR), pembuat produk hukum.
  2. Eksekutif (Presiden-pemerintahan), pelaksana perUU yang dibantu oleh Kepolisian. (POLRI) selaku instituisi yang berwenang melakukan penyidikan, JAKSA yang melakukan penuntutan.
  3. Yudikatif (MA-MK), sebagai lembaga penegak keadilan.
  4. Lawyer, pihak yang mewakili klien untuk berperkara di pengadilan.

  • Contoh Umum dan Studi Banding
Contoh Kontrak Kerja Bidang Konstruksi :
Kontrak pelaksanaan pekerjaan pembangunan rumah sakit antara
CV. PEMATA EMAS
dengan
PT. KIMIA FARMA
Nomor : 1/1/2010
Tanggal : 25 November 2010
Pada hari ini Senin tanggal 20 November 2010 kami yang bertandatangan di bawah ini :
Nama : Richard Joe
Alamat : Jl. Merdeka Raya, Jakarta Barat
No. Telepon : 08569871000
Jabatan : Dalam hal ini bertindak atas nama CV. PEMATA EMAS disebut sebagai Pihak Pertama
Dan
Nama : Taufan Arif
Alamat : Jl. Ketapang Raya, Jakarta Utara
No telepon : 088088088
Jabatan : dalam hal ini bertindak atas nama PT. KIMIA FARMA disebut sebagai pihak kedua.
Kedua belah pihak telah sepakat untuk mengadakan ikatank ontrak pelaksanaan pekerjaan pembangunan Rumah Sakit yang dimiliki oleh pihak kedua yang terletak di Jl. Matraman no 9, Jakarta Timur.
Setelah itu akan dicantumkan pasal - pasal yang menjelaskan tentang tujuan kontrak,bentuk pekerjaan,sistem pekerjaan,sistem pembayaran,jangka waktu pengerjaan,sanksi-sanksi yang akan dikenakan apabila salah satu pihak melakukan pelanggaran kontrak kerja,dsb.

Hukum Pranata Pembangunan

Pengantar Hukum Pranata Pembangunan
Tebal
  • Pengertian Hukum Pranata Pembangunan
Menurut kamus besar Bahasa Indoneisa :
Hukum adalah peraturan atau adat yang secara resmi mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat.

Pranata Pembangunan merupakan interaksi/hubungan antar individu/kelompok dalam kumpulan dalam kerangka mewujudkan lingkungan binaan. Interaksi ini didasarkan hubungan kontrak. Analogi dari pemahaman tersebut dalam kegiatan lebih detail adalah interaksi antar pemilik/perancang/pelaksana dalam rangka mewujudkan ruang/bangunann untuk memenuhi kebutuhan bermukim. Dalam kegiatannya didasarkan hubungan kontrak, dan untuk mengukur hasilnya dapat diukur melalui kriteria barang public.

  • Struktur Hukum Pranata
Struktur Hukum Pranata di Indonesia :
  1. Legislatif (MPR-DPR), pembuat produk hukum.
  2. Eksekutif (Presiden-pemerintahan), pelaksana perUU yang dibantu oleh Kepolisian. (POLRI) selaku instituisi yang berwenang melakukan penyidikan, JAKSA yang melakukan penuntutan.
  3. Yudikatif (MA-MK), sebagai lembaga penegak keadilan.
  4. Lawyer, pihak yang mewakili klien untuk berperkara di pengadilan.

  • Contoh Umum dan Studi Banding
Contoh Kontrak Kerja Bidang Konstruksi :
Kontrak pelaksanaan pekerjaan pembangunan rumah sakit antara
CV. PEMATA EMAS
dengan
PT. KIMIA FARMA
Nomor : 1/1/2010
Tanggal : 25 November 2010
Pada hari ini Senin tanggal 20 November 2010 kami yang bertandatangan di bawah ini :
Nama : Richard Joe
Alamat : Jl. Merdeka Raya, Jakarta Barat
No. Telepon : 08569871000
Jabatan : Dalam hal ini bertindak atas nama CV. PEMATA EMAS disebut sebagai Pihak Pertama
Dan
Nama : Taufan Arif
Alamat : Jl. Ketapang Raya, Jakarta Utara
No telepon : 088088088
Jabatan : dalam hal ini bertindak atas nama PT. KIMIA FARMA disebut sebagai pihak kedua.
Kedua belah pihak telah sepakat untuk mengadakan ikatank ontrak pelaksanaan pekerjaan pembangunan Rumah Sakit yang dimiliki oleh pihak kedua yang terletak di Jl. Matraman no 9, Jakarta Timur.
Setelah itu akan dicantumkan pasal - pasal yang menjelaskan tentang tujuan kontrak,bentuk pekerjaan,sistem pekerjaan,sistem pembayaran,jangka waktu pengerjaan,sanksi-sanksi yang akan dikenakan apabila salah satu pihak melakukan pelanggaran kontrak kerja,dsb.