Mitigasi Bencana Dalam Perspektif Penataan Ruang
Memperhatikan kondisi beberapa waktu terakhir ini, seperti bencana banjir, longsor, dan gempa yang datang silih berganti di berbagai wilayah Indonesia telah menimbulkan kerugian harta benda dan jiwa yang tidak sedikit. Selain disebabkan oleh alam, aktivitas masyarakat juga dapat memicu terjadinya bencana. Demikian disampaikan oleh Direktur Jenderal Penataan Ruang Imam S. Ernawi pada Diseminasi Pedoman Penataan Ruang Terkait Mitigasi Bencana dalam Perspektif Penataan Ruang di Werdhapura Denpasar (27/10).
Lebih lanjut Imam Ernawi menjelaskan, aktivitas terkait penataan ruang yang dapat memicu terjadinya bencana, antara lain meliputi persyaratan teknis dalam pemanfaatan ruang yang tidak diikuti sepenuhnya oleh masyarakat atau pemerintah daerah serta adanya praktek pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan. Selain itu Negara Indonesia yang berada pada Ring of Fire memberikan potensi terjadinya gempa akibat letusan gunung berapi dan pergeseran lempeng Eurasia. Antisipasi dan mitigasi bencana harus dilakukan untuk mengurangi kerugian yang lebih besar, agar masyarakat Indonesia living harmony with disaster (hidup berdampingan dengan bencana-red).
“Melalui kegiatan ini, diharapkan peserta dapat menjadi connector antara daerah dan pusat. Sehingga terbangun sistem jejaring database penataan ruang, khususnya terkait mitigasi bencana dalam penataan ruang,” papar Imam Ernawi.
Dalam paparannya mengenai Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Nasional, Sesditjen Penataan Ruang Ruchyat Deni Djakapermana mengungkapkan, mitigasi bencana dapat diartikan sebagai tindakan yang ditujukan untuk mengurangi dampak dari suatu bencana, baik yang disebabkan oleh alam maupun ulah manusia, terhadap suatu komunitas, kawasan, maupun wilayah. Beberapa akibat bencana dapat dicegah, akibat-akibat lainnya akan tetap terjadi tetapi dapat diubah atau dikurangi dengan tindakan yang tepat. Selain itu dalam Undang-Undang Penataan Ruang (UUPR) No. 26/2007 terkandung upaya mitigasi bencana mengenai hal-hal yang harus diperhatikan dalam penataan dan pemanfaatan ruang, imbuh Deni.
“Perencanaan memang memerlukan waktu, karena di dalamnya terdapat landasan teori, kesepakatan bersama, serta perlu dilakukannya sosialisasi kepada seluruh masyarakat”, ujar I Gusti Suradharma selaku Kepala Bidang Tata Ruang dan Cipta Karya mewakili Kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bali. Dalam perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian ruang, harus dilandasi oleh wawasan lingkungan dan berkelanjutan untuk generasi ke depan, tambah Suradharma.
Poernomosidhi Poerwo mengatakan, di tingkat daerah, kearifan lokal merupakan penguatan penyelenggaraan penataan ruang. Selain itu, UUPR telah memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk melakukan peningkatan diri sesuai dengan potensi sumber daya, karakteristik, dan budaya (kearifan lokal) daerah masing-masing.
Kegiatan yang diikuti oleh perwakilan dari 33 provinsi dan kabupaten/kota, perguruan tinggi, IAI, IAP, dan narasumber yang pakar di bidangnya ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan penataan ruang yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan pemanfaatan ruang. (ww/ibm)
Sumber : admintaru_281009 (http://www.penataanruang.net/detail_b.asp?id=928)